Berbagai kasus telah saya tangani, mulai dari kasus susah tidur hingga kasus takut mati, dan kesemuanya itu tidak lepas dari faktor mental-emosional.
Lalu, mengapa mental-emosional begitu mempengaruhi sendi kehidupan manusia? Ya, segala keputusan maupun tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh keduanya, proses mental (pemikiran) dan emosional (perasaan).
Kita dapat melihat ketika seseorang tidak dapat berfungsi atau disfungsional secara mental-emosional saat dihadapkan dengan situasi atau permasalahan tertentu akan menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Inilah yang menjadi cikal bakal permasalahan yang membutuhkan bantuan profesional di bidang kesehatan mental-emosional seperti psikolog, psikiater, konselor dan tidak lupa hipnoterapis.
Salah satu contoh kasusnya adalah kemarahan dan kebencian yang akan saya bagikan dalam tulisan saya ini.
~ o O o ~
Kemarahan
Kemarahan berasal dari kata ‘marah’ yang berarti suatu emosi yang secara fisik mengakibatkan antara lain peningkatan denyut jantung, tekanan darah, serta tingkat adrenalin dan noradrenalin.
Rasa marah menjadi suatu perasaan yang dominan secara perilaku, kognitif, maupun fisiologi saat seseorang membuat pilihan sadar untuk mengambil tindakan untuk menghentikan secara langsung ancaman dari pihak luar.
Marah merupakan salah satu emosi dasar manusia, dan sebenarnya bukanlah emosi negatif—karena tidak ada yang namanya emosi negatif.
Fungsi rasa marah adalah untuk menegaskan bahwa ada prinsip kita yang terlanggar
Yang menjadikan sebuah emosi dikatakan negatif adalah emosi tersebut aktif di waktu, tempat dan kadar yang tidak tepat.
Rasa marah akan menjadi buruk saat sudah tidak lagi dapat terkontrol dan ujung-ujungnya adalah penyesalan.
Penyebab Munculnya Rasa Marah
Banyak hal yang dapat menjadi pemicu munculnya rasa marah, termasuk didalamnya adalah stres, masalah keluarga, dan masalah keuangan.
Bagi beberapa orang, kemarahan dapat dipicu oleh adanya gangguan yang tidak terlihat atau yang ‘tersembunyi’, seperti konsumsi alkohol secara berlebihan atau depresi. Kemarahan sendiri sebenarnya tidak dikategorikan sebagai gangguan, namun kemarahan ini dikenal sebagai gejala dari beberapa kondisi gangguan kesehatan mental.
Gejala Yang Ditimbulkan Dari Kemarahan
Kemarahan dapat menyebabkan gejala secara fisik maupun emosi. Meskipun dapat dikatakan normal mengalami gejala-gejala ini di dalam beberapa situasi, namun bagi orang yang memiliki masalah kemarahan cenderung akan mengalami gejala yang lebih banyak dan lebih parah.
- Gejala Fisik
Kemarahan dapat mempengaruhi beberapa bagian atau organ tubuh, termasuk jantung, otak, dan otot. Sebuah studi yang dilakukan tahun 2011 menemukan fakta mengejutkan, yaitu kemarahan juga dapat menyebabkan peningkatan level testoterone dan menurunkan level cortisol.Gejala dan tanda fisik yang ditimbulkan oleh kemarahan adalah sebagai berikut: Peningkatan tekanan darah; Peningkatan detak jantung; Sensasi kesemutan; Otot tegang
- Emosi
Ada sejumlah emosi yang berjalan seiring dengan kemarahan. Anda mungkin melihat gejala emosional berikut yang muncul sebelum, selama, atau setelah episode kemarahan, yaitu: Mudah marah; Frustrasi; Kecemasan; Mengamuk; Stres; Merasa kewalahan; Rasa bersalah
Jenis Manifestasi Masalah Kemarahan
Kemarahan sendiri dapat termanifestasi dengan berbagai cara. Kemarahan dan kekerasan dapat termanifestasi keluar, kedalam, dan pasif.
- Manifestasi ini melibatkan pengekspresian kemarahan dan kekerasan Anda dalam sebuah cara nyata. Termasuk juga perilaku seperti berteriak, mengutuk, melempar atau menghancurkan benda, atau perundungan pada orang lain baik secara verbal maupun fisik.
- Merupakan jenis kemarahan yang ditujukan pada diri sendiri. Yang termasuk kedalam jenis ini adalah negative self-talk, penyangkalan hal-hal yang dapat membuat diri sendiri bahagia atau pengkalan terhadap kebutuhan dasar, seperti makanan. Selain itu menyakiti diri sendiri dan mengisolasi diri dari orang lain juga merupakan cara kemarahan yang lain—yang ditujukan pada diri sendiri.
- Ini melibatkan penggunaan cara halus dan tidak langsung untuk mengungkapkan kemarahan Anda. Contoh dari perilaku pasif agresif ini antara lain mendiamkan seseorang, merajuk, menyindir, dan melontarkan kata-kata sinis.
Kebencian
Kebencian, layaknya bernyanyi sebuah lagu yang sama namun dengan irama yang berbeda di sepanjang hidup kita. Ketika pertama kali mempelajarinya, rasanya asing. Dengan aktifnya hormon di masa remaja, kebencian menjadi lebih mudah untuk diakses secara tiba-tiba dan mengejutkan.
Dengan melalui masa dewasa, kenangan akan kebencian yang telah terakses di masa remaja akan terpatri dalam benak dan hati. Namun seiring berlalunya waktu, kita mengharapkan diri kita jauh dari perasaan benci.
Kebencian Kerap Kurang Dipahami
Kebencian melibatkan penilaian bahwa seseorang atau kelompok itu adalah ‘jahat’. Dan meskipun kebencian itu juga berhubungan dengan ‘emosi negatif’ lainnya, kebencian juga memiliki beberapa ciri unik, seperti motivasi untuk menghilangkan objek kebencian Anda.
Balas dendam seringkali merupakan bagian dari kebencian, karena ide di balik balas dendam adalah ingin menyakiti orang/kelompok sebanyak Anda telah disakiti oleh mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, kata benci digunakan dengan sangat santai (misalnya, saya membenci guru saya karena dia memberi saya nilai jelek).
Salah satu tantangan dalam mempelajari kebencian adalah kebanyakan orang tidak dapat mengingat kapan mereka benar-benar mengalami kebencian.
Perbedaan Antara Kebencian, Kemarahan, dan Rasa Hina atau Jijik
- Kebencian dan Kemarahan
Secara teori, perbedaan antara kebencian dan kemarahan adalah kebencian ditujukan pada kelompok atau individu secara kesuluruhan (sebaik apapun yang dilakukan kelompok atau individu, tetap saja rasa benci yang mendominasi pemikiran dan pikiran bawah sadar), dan tidak pada aspek tertentu dari kelompok atau individu. Anda membenci seseorang, karena dia adalah dia, dan Anda marah pada seseorang, atas apa yang telah dilakukannya.
“Kemarahan, dapat dikategorikan sebagai sebuah perilaku.”Ketika seseorang yang marah orang lain, mereka cenderung memiliki perasaan bahwa mereka dapat mengendalikan orang lain. Secara esensi, kemarahan adalah sebuah upaya menghilangkan rintangan dari orang lain ketika Anda ingin meraih target Anda. Anda marah ketika Anda mengharapkan sebuah permohonan maaf, ketika Anda mengharapkan seseorang merubah perilakunya.Ketika adanya pengulangan dari kemarahan dan ternyata perubahan yang diharapkan tidak terjadi, rasa hina atau jijik pun akhir menampakan diri.“Rasa hina merupakan sebuah perasaan yang merasa bahwa orang lain tidak layak untuk membuat Anda marah.”Anda tetap marah, namun Anda mencoba mengatur perasaan marah ini dengan cara memandang rendah orang tersebut dan disaat bersamaan Anda menjauh dari orang tersebut.
- Rasa Hina dan Kebencian
Seperti halnya kebencian, rasa hina berkaitan dengan siapa diri Anda, bagaimana sifat dan kepribadian Anda. Ketika Anda merasa jijik, Anda cenderung merasa bahwa mereka bahkan tidak layak untuk Anda perhatikan, yang menurut saya mungkin akan membuat Anda merasa lebih buruk menjadi objek penghinaan seseorang daripada menjadi objek kebencian. Dimana kemarahan akan dirasakan semakin intens saat seseorang mengalami sebuah peristiwa yang memicu atau memperbesar kemarahan.“Dengan kebencian, Anda tidak bisa acuh tak acuh terhadap orang tersebut. Anda lebih terlibat, karena Anda ingin menyingkirkannya, baik secara sosial, mental, atau fisik.”
- Kebencian Lebih Cepat Menyebar Dibandingkan Kemarahan
Kebencian dapat menyebar dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan begitu mudah, jauh lebih mudah dibandingkan dengan kemarahan atau frustrasi.Sebagai contoh, ketika kita bertanya pada orang-orang yang mengalami serta turut berperan dalam perang, dan orang-orang yang hanya mendengar kisah perang dari orang lain, jumlah kebencian ternyata sama. Ini artinya bukan hanya orang-orang yang mengalaminya secara langsung yang dapat merasakan kebencian, bahkan kebencian ini pun dapat dirasakan pada orang-orang yang hanya mendengar kisah pengalaman perang orang lain, seakan-akan mereka mengalaminya sendiri. Dan pada aspek inilah kemarahan berbeda dengan kebencian,
Fisiologi Kebencian
Berbeda dengan kemarahan, tidak ada satu pun pola fisiologis yang dapat mendeskripsikan karakter kebencian, ini disebabkan karena kebencian merupakan pengalaman jangka panjang. Seseorang dapat melakukan sesuatu yang dapat membuat Anda terpancing untuk marah, namun untuk membenci seseorang, Anda membutuhkan lebih banyak informasi.
Hipnoterapi Untuk Melepaskan Kemarahan Dan Kebencian
Contoh kasus dari kemarahan dan kebencian yang pernah saya tangani adalah kemarahan dan kebencian seorang anak kepada bapaknya.
Kontak Pertama
Calon klien (saya masih menyebut ‘calon’ karena belum masuk ke penanganan) menghubungi admin Sayaga Hipnoterapi—dan mengungkapkan bahwa calon klien ini memiliki permasalahan yang ingin ditangani karena merasa sudah mengganggu kehidupannya.
Kemudian oleh admin mengatur hipnoterapis yang akan menanganinya (dalam hal ini adalah saya) dan jadwal konsultasi awal. Dan karena calon klien berdomisili di luar kota Bandung, maka konsultasi awal yang dilakukan melalui telepon atau lebih tepatnya melalui Zoom.
Konsultasi Awal
Masih banyak miskonsepsi berkaitan dengan hipnosis-hipnoterapi di tengah masyarakat. Konsultasi awal ini salah satu tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman mengenai hipnosis/hipnoterapi yang benar pada masyarakat.
Konsultasi awal dilakukan untuk memberikan pemahaman pada calon klien tentang hipnosis-hipnoterapi dan menilai permasalahan yang dimiliki calon klien berada dalam ranah penanganan hipnoterapi.
Selain itu konsultasi awal ini juga menjadi seleksi awal penerimaan klien dimana calon klien akan dinilai apakah permasalahannya termasuk ranah penanganan hipnosis-hipnoterapi atau tidak (perlu diingat, hipnoterapi merupakan upaya komplementer dan bukan upaya penanganan utama), jika memang permasalahan klien bukan ranah penanganan hipnoterapi maka saat itu juga sesi konsultasi awal ini dihentikan,
Konsultasi ini juga untuk menilai apakah calon klien layak untuk ditangani (ditangani disini adalah klien tidak memiliki masalah dengan kesehatan fisik yang dapat mengganggu jalannya sesi penanganan baik itu konseling maupun terapi utamanya apabila klien memiliki riwayat penyakit kronis yang bisa saja kambuh saat sesi berlangsung dan berpotensi membahayakan jiwa).
Garis Besar Permasalahan
Setelah proses konsultasi awal dan didapatkan bahwa baik permasalahan maupun calon klien dinyatakan layak untuk ditangani, maka admin segera menjadwalkan sesi penanganan.
Garis besar permasalahan merupakan data dan informasi awal permasalahan klien yang didapatkan dari proses konsultasi awal dan telah melalui proses konfirmasi dan klarifikasi.
Pada sesi penanganan yang diawali dengan konseling terlebih dahulu (konseling dilakukan untuk memperdalam data dan informasi dari konsultasi awal) dan didapatkanlah garis besar permasalahan, yaitu sebagai berikut:
- Calon klien merasa marah, kecewa pada bapaknya karena sudah berkali-kali berselingkuh dari ibunya dan tidak pernah memberi nafkah pada keluarganya
- Calon klien mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
- Calon klien mempunyai permasalahan insomnia.
- Memiliki ketakutan dan tidak punya kepercayaan pada pria, klien seakan menjauhi pria yang tertarik dengannya.
Formulasi Masalah
Setelah adanya kejelasan garis besar permasalahan klien, saya sebagai hipnoterapis yang menangani permasalahannya, menanyakan pada klien diantara keempat garis besar permasalahan tersebut, yang mana rasa-rasanya ingin dibantu penanganannya. Klien memilih permasalahan pertama yaitu perasaan marah, kecewa pada bapaknya yang ditangani.
Formulasi masalah merupakan pemetaan masalah yang ingin klien selesaikan dengan formula XYZ, dimana (X) adalah respon klien saat ini, (Y) adalah situasi yang dihadapi klien, sedangkan (Z) adalah respon ideal yang diharapkan klien.
Dengan keputusan dan kesepakatan penanganan bersama klien, seperti biasa saya kemudian memetakan masalah klien dan mendapatkan formulasi masalah sebagai berikut:
- Kondisi Awal: Klien merasa marah (X) ketika bertemu dengan bapak (Y)
- Harapan: Klien merasa biasa saja (Z) ketika bertemu dengan bapak (Y)
Perlu diingat yang berubah adalah (X) atau respon klien saat ini menjadi (Z) atau respon ideal yang diharapkan oleh klien, sedangkan (Y) tidak boleh berubah, karena (Y) adalah situasi yang menyebabkan munculnya (X) sekaligus sebagai parameter keberhasilan penanganan (Z).
Setelah disepakati formulasi masalah yang akan ditangani, maka proses penanganan dapat dilakukan.
Proses Penanganan
Metode penanganan yang saya gunakan adalah Straight Resolution Method atau disingkat SRM, metode ini tidak menggunakan pendekatan hipnosis formal, melainkan menggunakan pendekatan konseling. Tentunya saya berkewajiban menjelaskan terlebih dahulu mengenai bagaimana proses penanganan itu berlangsung agar klien memahami proses yang akan dilaluinya. Ini dilakukan karena cukup banyak terapis yang melakukan terapi tanpa menjelaskan seperti apa proses penanganan berlangsung pada klien, sehingga klien tidak memahami proses dan akhirnya meragukan proses yang sedang dijalaninya, ya…akhirnya proses terapi atau penanganan permasalahan klien bisa dikatakan ‘gagal’.
Penanganan diawali dengan proses penggalian data dan informasi tambahan yang dapat menjadi ‘kunci’ penanganan, yaitu diantaranya:
- Momen terakhir merasakan perasaan marah, kecewa pada sosok bapak;
- Momen jika bertemu dengan bapak, marah dan kecewa seperti apa dimiliki klien? Apakah ada perasaan lain yang klien miliki;
Dengan adanya data dan informasi tambahan tersebut, saya mulai penanganan dengan melakukan eksplorasi emosi yang dirasakan klien melalui proses yang disebut ‘amplifying cathartic’.
‘Amplifying Cathartic’ adalah proses mengekspresikan emosi yang dirasa mengganggu.
Proses amplifying cathartic ini membawa klien kembali ke momen terakhir klien merasakan emosi yang mengganggu ketika bertemu bapak yang kemudian perasaan tersebut ditingkatkan, saya meminta kejelasan mengenai yang dirasakan klien dengan detail sebagai berikut:
- di tubuh bagian mana seolah-olah perasaan itu dirasakan;
- seperti apa sensasinya (panas atau dingin, menekan atau menusuk, dan sebagainya);
- berapa skala dari sensasi yang dirasakan (skala yang ditentukan adalah 1 sampai 10, dimana skala 1 tidak terlalu mengganggu, sedangkan skala 10 sangat mengganggu).
Dari proses tersebut didapatkanlah parameter penanganan, yaitu sebagai berikut:
- sensasi yang dirasakan berada di dada tengah;
- sensasinya dingin dan seperti ditekan;
- skala yang dirasakan berada di skala 9 (dimana skala 9 ini bisa dikatakan skala yang tinggi)
Kemudian saya meminta klien untuk menarik nafas dalam, lalu memulai pembicaraan yang lebih detail mengenai permasalahan maupun aktivitas sehari-hari klien sebagai upaya break-state. Barulah saya menanyakan apa kerugian yang akan didapatkan klien jika ia masih memegang permasalahan ini dan apa manfaat yang akan didapatkan oleh klien jika ia dapat melepaskan dan menyelesaikan permasalahannya.
Setelah itu, klien di pandu melakukan amplifying cathartic kembali, namun kali ini klien diberikan framing memiliki kendali penuh sehingga klien tidak masuk ke dalam ‘mode meratap’.
‘Mode meratap’ adalah mode dimana seseorang meratapi kehidupannya yang diawali oleh adanya berbagai perasaan yang mengganggu dan ada kemungkinan menyalahkan berbagai aspek diluar dirinya bahkan menyalahkan diri sendiri. Mode meratap ini bukan hanya tidak ideal, juga tidak memiliki manfaat terapeutik.
Setelah proses amplifying cathartic atau katarsis yang kedua, saya cek kembali skala sensasi emosi yang terasa di bagian tubuh klien, dan klien menjawab skala yang tadinya 9 sekarang turun menjadi 4.
Proses selanjutnya yaitu instalasi kata kunci, namun sebelumnya klien diberikan pemahaman atau framing berkaitan dengan pentingnya kata kunci dalam proses penanganan permasalahan menggunakan metode SRM.
Beberapa permasalahan yang terjadi pada klien adalah adanya miskomunikasi antara pikiran sadar sebagai pembuat keputusan dengan pikiran bawah sadar sebagai pelaksana keputusan atau eksekutor
Kata kunci yang digunakan dipilih oleh klien, yang memiliki makna mendalam untuk klien, dan yang paling penting ketika digunakan untuk menganulir program negatif maupun digunakan untuk memperkuat program positif yang berada di pikiran bawah sadar tidak terkesan ‘aneh’, ‘nyeleneh’ atau bertolak belakang.
Kata kunci ‘damai’ dipilih oleh klien sebagai representasi keinginan atau harapan klien dalam kehidupannya di masa kini dan masa depan, kemudian saya langsung melakukan instalasi dengan meminta klien menarik nafas dalam dan memejamkan mata, klien hanya cukup mendengarkan apa yang saya ucapkan.
Setelah instalasi, saya meminta klien membuka mata dan menarik nafas dalam, dan kembali saya melakukan pengecekan skala sensasi emosi yang terasa di bagian tubuh klien, dan klien menjawab skala yang terakhir 4 sekarang turun kembali menjadi 2.
Kemudian saya menanyakan pada klien, apakah akan disisakan di skala 2 atau dihabiskan hingga nol. Klien menjawab dengan antusias dan semangat 45, “Habiskan saja, Pak!!”
Lalu, saya melakukan scanning untuk menuntaskan si skala 2 yang tersisa tersebut. Scanning ini berfungsi seperti halnya detektor, untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang menyebabkan klien tertahan di skala 2, termasuk diantaranya adalah adanya secondary gains.
Secodary gains adalah manfaat tersembunyi yang didapatkan dan dinikmati dari ‘penderitaan’ yang dialami.
Cukup banyak permasalahan yang ‘susah’ terselesaikan atau bahkan tidak terselesaikan disebabkan oleh terapis yang gagal menemukan indikasi kemunculan secondary gains.
Setelah melakukan scanning dan klien menyatakan skalanya sudah nol, saya melakukan imagery check pada klien.
Imagery check merupakan prosedur standar pasca penanganan untuk memeriksa seberapa besar perubahan yang di alami klien dengan meminta klien untuk membayangkan dan merasakan hal yang menjadi penyebab gangguan atau permasalahan klien.
Dengan selesainya imagery check dan mendapati klien sudah bisa merespon ‘biasa saja’ ketika bertemu bapaknya sesuai dengan harapan klien dalam formulasi masalah, maka proses penanganan telah selesai.
Post-Treatment
Post-Treatment adalah tahapan dimana klien memberikan laporan atas hasil penanganan ketika dihadapkan dengan sumber gangguan atau permasalahan (jika dalam imagery check dilakukan dengan cara merasakan dan membayangkan, sedangkan dalam post-treatment klien harus menghadapi sumber gangguan atau permasalahan secara langsung). Dari laporan klien, klien merasa heran karena ‘biasanya’ klien merasa marah dan benci ketika bertemu bapaknya, namun setelah penanganan klien merasa ‘biasa saja’ atau ‘netral’ ketika bertemu bapaknya. Saya menanggapi laporan klien dengan memberikan pemahaman bahwa perubahan respon yang terjadi adalah hal yang biasa atau lumrah, namun saya membekali klien dengan script untuk menjaga emosi klien tetap stabil dengan membersihkan ‘sampah-sampah’ emosi yang mungkin saja menjadi sumber gangguan atau permasalahan yang baru bagi klien.
~ o O o ~