“Emosi Anda memengaruhi setiap sel di tubuh Anda. Pikiran dan tubuh, mental dan fisik, saling terkait.” ~ Thomas Tutko
~ oOo ~
Apa Itu Gangguan Emosi?
Gangguan emosi adalah penyakit yang menyebabkan seseorang sangat tergantung karena adanya konflik atau pertentangan dalam dirinya. Gangguan emosi merupakan suatu hal yang tidak wajar. Namun gangguan ini pernah dialami oleh setiap orang, tidak peduli itu anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang yang sudah renta sekalipun.
Gangguan emosi kerap kali diabaikan karena cenderung mereda dengan sendirinya. Padahal dalam jangka panjang, gangguan emosional bisa memberikan dampak serius pada kehidupan penderitanya maupun orang-orang disekitarnya.
Orang yang mengalami gangguan emosi ini tentu merasa jiwanya tidak tenang dan tenteram.
Menurut CCBD (Council for Children with Behavioral Disorders), gangguan emosi dan tingkah laku adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan merespon perilaku dan emosional dalam program-program pembelajaran sangat tidak sesuai dengan usia, budaya atau norma-norma etnis yang berdampak buruk secara nyata pada pendidikannya. Pendidikan disini meliputi kemampuan akademis sosial, keterampilan dan kepribadian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gangguan emosi adalah suatu perasaan yang tergoncang yang dialami dalam batin seseorang dan biasanya merupakan tanggapan terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupannya. Sesungguhnya emosional memegang peranan penting dalam mempengaruhi bagaimana anak dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupannya itu.
Pengaruh Gangguan Emosi
Salah satu dampak negatif yang perlu diwaspadai dari kondisi ini adalah timbulnya perilaku tidak pantas, risiko kecelakaan, penilaian yang buruk, menyakiti diri sendiri, kekerasan, hingga bunuh diri.
Ada pun sejumlah gangguan mental yang mendasari terbentuknya gangguan emosional seseorang, misalnya gangguan kecemasan, gangguan bipolar, gangguan distimik, depresi berat, depresi pasca melahirkan, dan penyalahgunaan zat. Namun sebenarnya ia tidak selalu disebabkan oleh genetik, pengaruh-pengaruh di bawah ini juga mampu memicu gangguan emosional.
Faktor situasional atau lingkungan sangat berperan dalam gejala emosional. Bagi sebagian orang, gangguan emosional terbentuk akibat oleh pengalaman atau peristiwa traumatis, seperti kematian dalam keluarga. Dalam kasus lain, situasi tertentu memicu tekanan emosional, seperti berikut ini:
Tekanan Emosional di Tempat Kerja
Tempat kerja bisa menjadi lingkungan yang penuh tekanan. Pada akhirnya, stres dan tekanan di tempat kerja mampu membuat seseorang kewalahan. Beberapa faktor lain yang mampu meningkatkan tekanan emosional di tempat kerja, misalnya:
- Khawatir tentang keamanan kerja dan kinerja.
- Bekerja berjam-jam.
- Mendapat bayaran rendah.
- Kondisi tempat kerja yang buruk.
- Peningkatan tanggung jawab.
- Kurangnya kontrol atas pekerjaan.
- Masalah hubungan dengan rekan kerja atau manajer.
Tekanan Emosional di Rumah
Bukan hanya di tempat kerja, gangguan emosional nyatanya juga bisa datang dari lingkungan di sekitar rumah, seperti:
- Mengalami masalah hubungan dengan pasangan, anggota keluarga lain atau tetangga.
- Mengalami perubahan besar dalam hidup, seperti pindah rumah atau memiliki anak
- Tinggal di lingkungan yang menghadapi ketidakadilan dan kekurangan sumber daya.
- Berpenghasilan rendah.
- Mengalami diskriminasi.
- Merasa kesepian atau terisolasi.
- Memiliki hutang.
- Memiliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok atau jarang olahraga
Dimana Emosi Berada?
Dalam teori psikoanalitik kepribadian dari Sigmund Freud, pikiran bawah sadar diartikan sebagai reservoir perasaan, pikiran, dorongan, dan ingatan yang berada di luar kesadaran.
Dalam pemahaman ini, sebagian besar isi pikiran bawah sadar dianggap tidak dapat diterima atau tidak menyenangkan, seperti perasaan sakit, cemas, atau konflik. Freud percaya bahwa pikiran bawah sadar terus memengaruhi perilaku meskipun orang tidak menyadari pengaruh yang mendasari ini.
Meskipun kita sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi di dalam pikiran sadar, kita tidak tahu informasi apa yang disimpan dalam pikiran bawah sadar.
Pikiran bawah sadar mengandung semua jenis materi penting dan mengganggu yang perlu kita singkirkan dari kesadaran karena mereka terlalu mengancam untuk diakui sepenuhnya.
Pikiran bawah sadar bertindak sebagai gudang, sebuah ‘kuali’ keinginan primitif dan dorongan yang disimpan dan dimediasi oleh area prasadar. Misalnya, Freud menemukan bahwa beberapa peristiwa dan keinginan sering kali terlalu menakutkan atau menyakitkan untuk diakui oleh pasiennya, dan percaya bahwa informasi semacam itu terkunci dalam pikiran bawah sadar. Ini bisa terjadi melalui proses represi.
“Pikiran bawah sadar mengandung naluri berbasis biologis kita (eros dan thanatos) untuk dorongan primitif untuk seks dan agresi” ~ Sigmund Freud
Freud berpendapat bahwa dorongan primitif kita seringkali tidak mencapai kesadaran karena tidak dapat diterima oleh rasional, kesadaran diri kita. Orang menggunakan berbagai mekanisme pertahanan (seperti represi) untuk menghindari mengetahui apa motif dan perasaan bawah sadar mereka.
Pengalaman emosional ringan mungkin ada di pikiran bawah sadar tetapi terkadang emosi negatif efek dari peristiwa traumatis yang kuat ditekan dan karenanya tidak tersedia di pikiran bawah sadar.
“Akhirnya, pikiran bawah sadar terdiri dari proses mental yang tidak dapat diakses oleh kesadaran tetapi mempengaruhi penilaian, perasaan, atau perilaku” ~ Wilson
Menurut Freud,
“Pikiran bawah sadar merupakan sumber utama perilaku manusia. Seperti gunung es, bagian terpenting dari pikiran adalah bagian yang tidak dapat Anda lihat”
Perasaan, motif, dan keputusan kita sebenarnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu kita, dan disimpan di pikiran bawah sadar.
Tanda Seseorang Alami Gangguan Emosional
Gejala emosional dapat bervariasi tergantung pada penyakit, gangguan atau kondisi yang mendasarinya. Namun, kondisi ini umumnya disertai dengan gejala psikologis atau kognitif lainnya seperti:
- Agresi, lekas marah atau agitasi.
- Perubahan suasana hati, kepribadian atau perilaku.
- Kebingungan atau mudah lupa.
- Sulit berkonsentrasi .
- Kesulitan dengan memori, berpikir, berbicara, pemahaman, menulis atau membaca.
- Mengalami halusinasi atau delusi.
- Penilaian yang buruk.
- Perilaku sembrono atau tidak pantas.
Dampak Emosi Yang Tidak Terekspresikan
Terkadang emosi yang tidak tersekspresikan dapat menjadi masalah besar bagi perilaku seseorang, terutama pada anak-anak dan remaja. Setidaknya ada tiga perilaku yang dapat menjadi dampak akibat tidak terekspresikannya emosi, yaitu: memukul, menendang dan menggigit.
Memukul dan menendang merupakan perilaku yang biasa dimiliki oleh anak-anak dan remaja pelaku bullying, ini karena adanya emosi yang tidak terekspresikan—terutama di dalam lingkungan rumah atau keluarga. Biasanya para pelaku bullying ini adalah para remaja yang tidak memiliki ‘gizi’ yang dibutuhkan oleh emosi, seperti:
- rasa aman; ketika seorang anak tidak memiliki rasa aman, ia akan mencari rasa aman itu diluar, lalu dengan cara apa? Ya, satu-satunya cara dengan melakukan kekerasan pada orang lain, agar orang lain tersebut tahu bahwa ia berbahaya dan jangan coba-coba mengganggunya.
- tidak punya kendali; seorang anak yang dirumah selalu diatur segala sesuatunya oleh salah satu atau bahkan kedua orang tuanya, dan anak ini akan mencari kenyamanan diluar—dimana dia bisa pegang kendali atas dirinya dengan cara menjadi seorang bully.
- merasa tidak dimengerti atau dipahami; terkadang orang tua terlalu memaksakan keinginan mereka agar dipahami oleh anak-anaknya, namun mereka juga lupa bahwa anak juga perlu untuk mengutarakan pendapat mereka dan dipahami oleh orang tuanya, membuat anak-anak ini merasa tidak dipahami oleh orangtuanya dan kemudian mencari komunitas yang mau memahaminya.
- merasa tidak dihargai; orang tua kerap kali menuntut prestasi yang tinggi dari sang anak, dan ketika anak ini tidak mampu memenuhi keinginan orang tua, orang tua tidak memberikan kata-kata penghiburan dan malah memarahi si anak, lalu jika anak ini bisa memenuhi keinginan orang tua—tidak juga mereka memberikan pujian atas prestasinya, inilah yang membuat anak merasa tidak dihargai dan frustrasi—yang kemudian menjadi seorang bully agar dirinya mendapat ‘penghargaan’ yang tidak pernah ia terima dari orang tuanya.
- ataupun merasa tidak diterima; nah yang satu ini diakibatkan oleh seringnya orang tua membanding-bandingkan anaknya sendiri dengan anak orang lain, membuat si anak merasa tidak diterima oleh orang tuanya—pada akhirnya ia mencari orang-orang yang mau menerima dirinya dan membuat anak ini salah pergaulan dan bergabung dengan kelompok yang biasa melakukan bullying.
Sedangkan menggigit terjadi pada seseorang yang tertekan secara emosi, biasanya mengalami tekanan pada pekerjaan, penolakan, putus hubungan asmara. Orang yang memiliki perilaku menggigit ini ‘melarikan’ permasalahannya pada makanan yang mengakibatkan beberapa gejala seperti:
- obesitas,
- diabetes,
- kolesterol,
- gangguan makan anoreksia; makan lebih sedikit daripada yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
- gangguan makan bulimia; kecenderungan orang untuk makan dalam porsi banyak dan frekuensi sering sebagai tindakan kompensasi karena takut dengan peningkatan berat badan—dengan bulimia memiliki kebiasaan memuntahkan kembali apa yang dimakan ataupun memiliki dorongan untuk mengeluarkan makanan dari tubuh secara paksa.
- gangguan makan Binge Eating Disorder; ketidakmampuan mengontrol diri untuk makan dalam porsi banyak dan frekuensi sering—namun tidak melakukan perilaku kompensasi untuk mengeluarkan atau memuntahkan makanan yang telah dikonsumsi.
Bahaya Gangguan Emosi yang Tidak Ditangani
Gangguan emosi kerap kali diabaikan karena cenderung mereda dengan sendirinya. Padahal dalam jangka panjang, gangguan emosional bisa memberikan dampak serius pada kehidupan penderitanya maupun orang-orang disekitarnya.
Oleh sebab itu, penting untuk menangani kondisi ini dengan mencari pemicu atau penyebabnya. Setelah penyebab berhasil di diagnosis, penting untuk terus mengikuti rencana perawatan yang dianjurkan oleh praktisi kesehatan mental guna mencegah potensi berbahaya.
Ada beberapa kondisi berbahaya yang bisa terjadi akibat gangguan ini termasuk:
- Kesulitan di tempat kerja, di sekolah, di lingkungan sosial, dan sulit berhubungan dengan orang lain.
- Penggunaan dan penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
- Overdosis obat atau keracunan alkohol.
- Terganggunya interaksi sosial.
- Peningkatan risiko cedera,
- Masalah hukum atau keuangan.
- Merugikan diri.
- Isolasi sosial.
- Bunuh diri atau kekerasan.
Lalu, Bagaimana Hipnoterapi Dapat Membantu ???
Oleh karena emosi dan gangguan yang ditimbulkannya berada di pikiran bawah sadar, maka disinilah hipnoterapi digunakan untuk mengembalikan emosi ke fungsi idealnya dan memperbaiki gangguan berupa perilaku sebagai akibat dari emosi yang mengalami disfungsi.
Pada tahap awal hipnoterapis membantu klien untuk mengakses memori bawah sadar guna menemukan peristiwa awal pembentuk gangguan emosi. Tahap ini membutuhkan kejelian dari hipnoterapis untuk memastikan klien sudah berada dalam kondisi trance hipnosis yang memadai dan juga memastikan agar tidak membuat memori palsu. Kemudian dilakukanlah serangkaian intervensi agar klien mampu melepaskan memori emosi terhadap peristiwa yang terjadi.
Karena prinsip kerja hipnoterapi menghasilkan perubahan langsung pada memori bawah sadar yang juga berpengaruh pada perubahan aktifitas sistem syaraf, maka setelah serangkaian proses intervensi dilakukan, memori emosi tidak lagi terpicu saat berhadapan dengan hal-hal yang terkait dengan faktor pemicu kecemasan.
Hipnoterapi bukanlah sebatas proses memberikan sugesti lalu kesembuhan terjadi dengan sendirinya. Sebagai bagian dari keilmuan Psikologi, hipnoterapi mensyaratkan proses yang komprehensif dari hulu ke hilir untuk memastikan kejelasan penuh di balik kondisi kecemasan yang dialami seseorang, untuk kemudian merancang desain penanganan klinis yang melibatkan:
- Relaksasi progresif untuk mengkondisikan ulang sistem syaraf serta membuka akses ke memori bawah sadar sehingga faktor penyebab pertama gangguan emosi dapat diketahui.
- Penanganan kecemasan dengan teknik spesifik yang melibatkan proses rekonsolidasi memori.
- Penguatan mental (ego-strengthening) untuk meningkatkan ketahanan mental dalam menghadapi situasi yang sebelumnya menimbulkan gangguan emosi.
- Melatih afirmasi untuk meningkatkan ketahanan dan fleksibilitas mental sehingga mampu menghadapi situasi dengan tenang.