Bukan kematian yang harus ditakuti seseorang, tapi yang harus dia takuti adalah ketika dia tidak pernah mulai ‘hidup’.” ~ Marcus Aurelius
Permasalahan yang satu ini cukup menarik dan unik menurut saya. Bagaimana tidak, seorang klien datang pada saya dengan membawa keluhan jika dihantui perasaan takut mati.
Baru kali ini saya menemukan kasus seperti ini, dimana klien saya merasa terganggu dengan rasa takut akan kematian sampai-sampai mengganggu kehidupannya, dalam hal ini klien saya mengalami insomnia.
Insomnia bagi beberapa orang mungkin kasus biasa, namun buat saya kasus insomnia adalah kasus yang cukup berbahaya bagi kesehatan mental, karena jika ini terjadi berhari-hari apalagi seminggu atau lebih dapat menimbulkan fenomena halusinasi, utamanya positive hallucinations atau halusinasi positif—yang dapat membuat seseorang “merasa melihat” atau “merasa mendengar” yang sebenarnya tidak ada.
Itulah kenapa saya sangat serius ketika mendengar klien saya mengalami insomnia akibat rasa takutnya yang berlebihan. Dan bukan hanya insomnia saja yang membuat saya serius, semua kasus atau permasalahan yang orang lain (praktisi lain) anggap itu sederhana, ‘gampang’, dan lain sebagainya, selalu saya perlakukan dengan sikap yang serius—karena ini menyangkut kesehatan mental atau jiwa seseorang, jadi harus tetap bersikap serius.
Awal Mula Ketakutan Itu
Klien saya yang bernama Rama (tentu bukan nama sebenarnya) datang dengan keluhan rasa takut akan kematian yang ia rasakan, dan itu sudah sampai mengganggu kehidupannya—utamanya gangguan tidur.
Di pertemuan pertama atau sesi pertama, saya hanya menggali informasi mengapa Rama bisa mengalami perasaan takut yang luar biasa ini. Ya, apapun permasalahan yang di bawa klien, apa sebenarnya yang diinginkan klien dengan menjalani sesi terapi bersama kita sebagai terapisnya, semuanya harus ada kejelasan atau clarity.
Untuk mendapatkan clarity itulah sebuah penggalian informasi secara detail dan lengkap sangat dibutuhkan.
Sebelum menggali perasaan takut seperti apa yang dirasakan oleh Rama, hal atau informasi pertama yang harus saya ketahui adalah awal-mula perasaan takut itu hadir. Informasi tersebut penting untuk saya ketahui sebagai titik tolak penggalian akar masalah yang menjadi penyebab kekacauan dari kehidupan Rama.
Singkat cerita, rasa takut yang Rama alami berawal dari seringnya Rama melihat sebuah konten dari sebuah platform video yang mana menampilkan seorang pemuka agama yang isi kontennya bercerita mengenai kematian, pahala dan dosa, surga dan neraka.
Kemudian ditambah dengan kondisi dunia pada saat itu sedang pandemi Covid-19 dimana setiap hari berita mengenai kematian berseliweran di media penyiaran, belum lagi setiap hari pula suara mobil ambulance terdengar hampir berselang beberapa menit.
Input dari keduanya baik konten pemuka agama maupun kondisi sekitar saat itu yang tidak baik-baik saja membuat Rama dihantui rasa takut setiap hari—bahkan untuk sekedar tidur di malam hari pun rasanya Rama tidak bisa karena ia takut tidak akan bangun lagi.
Bukan Takut Mati Yang Mengganggu
Dari informasi mengenai awal-mula rasa takut ini muncul, barulah saya melakukan penggalian dengan tanya-jawab dengan Rama.
Melalui tanya-jawab saya mendapatkan jawaban yang menjadi arah dalam proses penanganan. Rupa-rupanya yang membuat Rama terganggu bukanlah rasa takut akan kematian, melainkan rasa takut meninggalkan orang-orang yang ia sayangi, rasa takut dengan belumnya ia memberikan kebahagiaan pada orang tua, belum memberikan pendidikan yang layak pada adiknya, sebagai seorang perantau yang jauh dari keluarga—yang dipundaknya ada sebuah beban tanggung jawab, harapan keluarga, membuat ketakutan akan kematian itu hadir.
“Kalau saya mati bagaimana orang tua saya yang sudah sepuh? Bagaimana nasib pendidikan adik saya?” Itulah pemikiran Rama saat sesi penggalian bersama saya.
Jadi bukan takut akan kematian yang membuat kehidupan Rama terganggu, namun rasa takut mengecewakan keluarga dan nasib keluarganya yang berada jauh di tanah kelahirannya—itulah perasaan yang mengganggu kehidupan Rama yang sebenarnya.
Setelah mengetahui perasaan yang sebenarnya—yang mengganggu kehidupan Rama dan ia pun mulai menyadari perasaan takut “yang berbeda” dari yang dikeluhkan sebelumnya di awal pertemuan, hal ini membuat perubahan yang diinginkannya juga berubah. Yang awalnya ingin “menetralkan” rasa takut akan kematian menjadi “menetralkan” rasa takut mengecewakan orang-orang yang ia sayangi.
Inilah pentingnya penggalian yang mendalam, untuk mendapatkan kejelasan atau clarity baik itu akar masalahnya maupun goals dari klien itu sendiri.
Setelah mendapatkan kejelasan tersebut maka sesi pertama telah usai yang ditutup dengan menetapkan tujuan sesi penanganan dan menyepakati jadwal sesi berikutnya.
Sebagai catatan, menyepakati tujuan atau goals ini harus dilakukan sebagai upaya preventif jika suatu saat setelah sesi penanganan selesai klien kembali pada kita membawa komplain mengenai permasalahannya. Bisa jadi komplain tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan penanganan kita sebelumnya yaitu adanya “perasaan yang sama” namun dengan akar masalah yang berbeda.
Tapi bagi klien yang tidak memahaminya akan menganggap jika perasaan yang dirasakan itu “sama”, yang membuat ia menyimpulkan penanganan yang kita lakukan itu tidaklah berhasil. Berbekal bukti tertulis berupa form yang ia isi sendiri, kita dapat melakukan validasi mengenai perbedaan tersebut.
Proses Penanganan
Selang satu minggu, kami pun berjumpa kembali sesuai kesepakatan untuk sesi penanganan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Setelah memastikan apa yang ingin diselesaikan, saya pun mulai menggali data dan informasi lainnya yang bisa saya gunakan dalam penanganan, sesudah data dan informasi saya dapatkan dengan lengkap, saya pun mulai penanganan kasusnya.
Berbekal data dan informasi tersebutlah saya melakukan proses penanganan dengan hipnoterapi, yang mana saya mengawalinya melalui tahapan induksi untuk menurunkan gelombang otak dari beta (pikiran sadar) ke alpha dan/atau theta (pikiran bawah sadar).
Langkah ini teramat penting, karena penanganan yang dilakukan berada di pikiran bawah sadar klien, dengan membawa klien ke kondisi hipnosis dan berada di gelombang otak yang pas—yang ”memudahkan” dalam penanganan.
Kemudian dilanjutkan dengan deepening yang berfungsi memperdalam kondisi hipnosis agar sesuai dengan atau pas untuk penanganan permasalahan klien (bahasan mengenai deepening akan saya bahas di artikel saya berikutnya).
Kembali ke proses penanganan, setelah deepening saya mulai menggali lebih dalam mengenai program yang memuat rasa takut ini di dalam pikiran bawah sadar, lalu setelah ditemukan barulah perasaan takut ini dikembalikan ke fungsi normalnya serta dilakukan juga pemberian sebuah pemahaman baru untuk menganulir program yang bermasalah ini. Selain itu, klien juga meminta agar dirinya lebih bersemangat dalam usahanya, oleh karenanya saya pun menyisipkan program di pikiran bawah sadar klien agar tetap semangat dalam usaha atau pekerjaannya (hal ini dapat dilakukan apabila program yang bermasalah sudah diselesaikan, jika tidak maka program baru ini tidak dapat berfungsi dan kalaupun berfungsi hanya bersifat sementara, karena akan terus di ganggu oleh program yang bermasalah).
Paska Penanganan
Sepekan setelah penanganan, klien saya mengabari saya jika dia sudah bisa tidur tanpa dihantui perasaan takut, yang berdampak pada aktivitas hariannya kembali “normal” dengan badan yang lebih segar, lebih sehat (tentu saja, karena saat seseorang kekurangan tidur akan mengganggu kebugaran dan kesehatan tubuh). Selain itu, dia juga mengabarkan jika lebih semangat dalam bekerja walau ada rasa lelah namun itu tergantikan oleh keinginan membahagiakan keluarga di kampung halaman.
~ oOo ~